Steemit: Agenda Padat Sebelum Berangkat ke Papua

Steemit: Agenda Padat Sebelum Berangkat ke Papua

 


Agenda berangkat ke Papua, tak bisa ditunda. Apalag di cancel. Selain sudah menjadi bagian dari tugas yang dibebankan kepada kami, juga menjadi kewajiban untuk meliput Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua.


Untuk asalan itu, sejak pagi Selasa (21/9/2021) sebelum ayam berkokok saya sudah mempersiapkan diri. Agendanya banyak dan bisa jadi makan waktu. Pertama, ke kantor Polsek Krueng Barona Jaya, Aceh Besar. Mengambil surat keterangan kehilangan KTP. Sehari sebelum ke Polsek, saya sudah siapkan surat-surat pendukung.

Makanya, kegiatan pagi itu jadi lemplang. Setelah mengantongi surat keramat dari Polses, saya langsung meluncur ke kawasan Lambaro. Di sana, kantor Dinas Kependudukan Kabupaten Aceh Besar. Dengan bekal, surat sakti Polsek, foto kopi kartu keluarga, saya mengurus KTP baru.

sept1.jpeg
sept.jpeg

Di depan kantor Disduk Aceh Besar di Lambaro

Pukul 9.52, menurut dokumen foto, saya sudah tiba dinas tersebut. Ada belasan pengunjung yang antre. Menanti dua menitan. Gilaran saya masuk. "Mau cetak ulang KTP, yang lama sudah hilang," langsung saya sebutkan sebelum pertugas bertanya.

Sekilas dia membolak-balik berkas. "Foto kopi KK ada,? tanya dia. Tentu, dengan sikap saya sodori ke dia. "Silakan ditunggu sebentar, nanti kami panggil...," perintah dia.

Hanya menunggu 10 menitan. "Munaward Is....," teriak seorang petugas cewek sembari menyerahkan kepingan KTP baru. "Terima kasih," ucap saya sedingin mungkin.

Lalu, 13 menit kemudian saya urusan di Disduk. Urusan cepat. Yang tak bisa cepat adalah memikirkan di mana tercecernya KTP sebelumnya. Sejak hari Minggu saat Meet-up dengan CR Steem SEA, pikiran saya tidak penuh di sana. Sebagian menerawang memikirkan KTP.

Mengurus identitas kependudukan itu untuk memperlancar urusan keberangkatan ke Papua juga. Selain menjadi pegangan saat beruruan dengan perbankan. Berkas itu semua sudah aman. Saya pun segera pulang ke rumah menyimpan berkas-berkas kependudukan.

sep2.jpeg
Bersama Bachtiar Hasan, Ketua Pelatda KONI Aceh

Pukul 10.43 saya sudah di Kantor KONI Aceh. Mencari informasi dan kabar keberangkatan. Memang, tanggal berangkat sudah pasti, tapi jadwal untuk PCR belum keluar. Saat berselisihan dengan Bachtiar Hasan, Ketua Pelatda KONI Aceh, dia mengatakan, pas sekali.

"Lagee peureulee, siat treuk na pelepasan atlet Judo dan Panjat Tebing ke Papua. Tinggai ta preh trok Abu Razak," ujar Bachtiar kepada saya. Abu Razak adalah penggilan akrab H Kamaruddin Abubakar, Ketua Harian KONI Aceh.

Sambil menunggu Abu Razak datang, saya diminta petugas bagian keberangkatan untuk mengambil atribut kontingen. Ada satu tas yang berisi, baju, sepatu, topi, handuk, syal dan lainya.

sep3.jpeg
Serimoni pelepasan atlet Judo dan Panjat Tebing

Menjelang pukul 11 siang, acara pelepasan atlet PON dari cabor Judo dan Panjat Tebing berlangsung. Abu Razak berpesan, agar para atlet tetap mematuhi protokol kesehatan. Jangan sampai saat PCR positif. Karena bisa dilarang bertanding.

Kemudian, dia juga meminta para atlet untuk paham dengan kondisi Papua. Bila ada kekurangan di akomodasi, konsumsi dan lainnya, jangan jadikan itu sebagai sebuah masalah yang membuat kita gagal tampil maksimal. "Anggap saja kita sedang berada di medan perang. Lhok limbok, meuleuhop itu biasa," tukas Abu Razak.

sep4.jpeg
Foto bersama pengurus dengan semua atlet

sep5.jpeg
Bersama atlet Judo

Lalu, para atlet pun ikut sesi foto bersama di depan kantor KONI. Saya mengajak atlet untuk foto di depan GOR KONI Aceh. Hampir 30 menit di sini. Lalu, saya ke Bank Aceh untuk urusan cek rekening koran sekalian print. Baru kemudian berlanjut ke kantor Dispora Aceh.

Pukul 12.15 saya langsung pulang ke rumah. Karena, anak sulung saya, Fathie RM masuk sekolah siang. Selesai mengantar dia sekolah, saya shalat Zuhur dan dilanjutkan makan siang. Di sela-sela itu, saya janjian dengan salah seorang kepala dinas di Banda Aceh. Kami janjian jumpa jam dua siang.

Akhirnya, jam dua lewat saya langsung tancap gas ke Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB). Menunggu sejenak. Lalu bertemu dengan Ibu Cut Azharida. Ada program percetakan yang harus dituntaskan sebelum saya berangkat ke Papua.

Hampir satu jam juga di sana. Termasuk bertemu dengan stafnya ibu Cut. Ada banyak berkas yang harus saya siapkan segera. Setelah itu, saya pun meluncurkan ke kawasan Peunayong. Awalnya bermaksud ke pecetakan Dominan di jalan Ahmad Yani. Selesai urusan baru mampir ke kantor Waspada Aceh. Hanya berjarak 150 meter saja.

sep6.jpeg
Bersama Teuku Mansursyah

sept7.jpeg
Icut dan Kia, dua jurnalis muda

Di kantor sedang ramai. Ada dua wartawan yang sedang bekerja plus dua anak magang serta seorang jurnalis senior, Teuku Mansursyah. Kami biasa memanggilnya Ustazd Mansur. Karena dia orangnya alim, santun serta berperawakan santriawan.

Saya juga tak lama di sini. Setelah basa-basi canda-candi, pamit harus segera diucap. Kembali waktu jemputan anak sekolah sudah berdetak. Sebelum jam empat sore, anak sudah pulang sekolah. Tiba di rumah, adiknya sudah siap-siap berangkat ngaji. Fathie juga. Tanpa ganti baju, keduanya langsung pergi.

Berhubung waktu shalat Ashar sudah tiba, saya mengetik beberapa berita. Terutama berita pelepasan atlet Judo dan Panjat Tebing. Sisanya berita olahraga lain, seperti kabar Pelatih Persiraja Banda Aceh, Hendri Susilo.

Sebelum jam lima sore, saya harus gerak lagi. Rencana mau beli obat batuk. Resep yang dibawa hanya foto di hape saja. Langsung saya menuju Kimia Farma terdekat. Ternyata mereka tolak resep saya. Karena, mereka tak mau difoto, maunya resep asli di bawa juga. "Karena itu obat racikan, resepnya tinggal sama kami," kata seorang pramuniaga.

Saya pun meluncur ke apotik lain. Kali ini Apotik Meurasa. Kebetulan tempat si dokter itu praktek. Di sana, kepada pegawai saya tunjukkan gawai untuk dia lihat resep yang tersimpat di foto. Kelihatannya dia tidak menolak untuk meracik obat. Sialnya, salah satu obat itu stoknya lagi kosong di apotik tersebut. Bah...

Tambah mumang saya. Saat perut mulai keroncongan, saya langsung merapat ke tempat biasa. Warung kopi Kantin SMEA. Saya rencana awal ingin mencicip mie goreng. Tiba sebelum masuk ke dalam sudah ditawari pisang rebus pakai kelapa. Saya ok kan saja.

sept8.jpeg
Pisang rebus

Ternyata, di dalam warung ada dua wartawan muda sedang serius bekerja. Salah satunya steemian, @fadhilaceh. Saat melihat pisang rebus ditabur kepala, keduanya pun suka. Minta menu yang sama, tapi tambah ketela. Kami pun asyik bicara isu-isu menarik di Banda Aceh.

Tak terasa, suara azan Magrib sudah berkumandang. Selesai shalat saya pamit. Belum pulang dulu. Tujuannya ke apotik lain mencari obat. Saya singgah di Putroe Meuraxa, di Lamteh. Saya tunjuk resep ke pramuniaga. Dia menggeleng kepala. "Tidak ada obatnya," tukas dia lagi.

Dan terakhir singgah di Apotik Nazar, di depan Masjid Ulee Kareng. Di situ pun ternyata, satu jenis obat tidak ada. Yang sudah saya pun duduk sejenak. Kebetulan ada mantan pemain bola yang membeli obat, Trombopop. Dia tanya, kapan berangkat ke Papua.

sept9.jpeg
Di depan Apotik Nazar

Tak lama kemudian, Humas KONI Aceh Qahar Muzakkar saya telepon. Ada masalah cetak majalah dan soal mandeknya aplikasi Pedulilindungi. Jam 20.30 WIB baru bertemua dia di kawasan Lamreung. Tak terasa, hampir satu jam lebih. Pukul 21.45 saya baru tiba di rumah. Makan malam, shalat Insya baru melanjutkan menulis artikel majalah sebelum larut malam.

Akhirnya, kelelahan tak bisa dilawan. Sebab, sudah terbayangkan, esoknya bakal lebih berat lagi yang harus dihadapi. Jangan sampai tugas lokal terbengkalai sebelum tugas baru bertumpuk di bumi Cenderawasih. Tetap semangat!