Kabar Duka Menyambut Hasan Tiro

Kabar Duka Menyambut Hasan Tiro

Hasan Tiro Kembali ke Nanggroe
KABAR meninggalnya Teuku Muhammad Usman Lampoh Awe (73) pada Jumat, (3/10) lalu bukan saja duka bagi keluarga. Jajaran Gerakan Aceh Merdeka (GAM) juga merasa ikut kehilangan tokoh panutan. Apalagi kepergian mantan Menteri Keuangan GAM itu sepekan sebelum Hasan Tiro menginjak Aceh.

Kedukaan itu amat terasa juga bagi Zakaria Saman, 63, rekannya di organisasi itu. "Dia senior saya," kata mantan Menteri Pertahanan GAM ini, kepada Waspada, Sabtu lalu di sela-sela menunggu dishalatkannya jenazah suami Pocut Sariwati binti Teuku Pakeh Mahmud itu.

Zakaria tak kuasa menahan haru. Raut mukanya sembab. Kepergian Muhammad kehilangan besar bagi dia. Katanya, pria yang akrab disapa Meuntroe Muhammad itu, bukan cuma sebatas rekan seperjuangan, tapi juga menjadi panutan bagi pribadi dia dan para anggota KPA.

"Bagi saya dan GAM, dia orang hanya salah seorang penggagas Aceh Merdeka bersama Wali Nanggroe Tgk Hasan Muhammad Ditiro. Dia juga cah rot uh (pembuka jalan) dalam perjuangan kami dulu," ungkap Zakaria Saman. "Sebagian hidupnya dia habiskan dalam penjara," sambung dia lagi.

Rasa duka yang mendalam juga terlihat di wajah Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA), Muzakkir Manaf. Menurut mantan Panglima GAM ini, Mentroe Muhammad juga sangat peduli dengan para mantan pasukan TNA. "Beliau panutan kami," sebut lelaki yang sering disapa Muallim ini.

Sepak terjang Muhammad tergolong besar dalam proses perdamaian di Aceh. Dia pernah menjadi perunding GAM dengan pemerintah, ketika proses peace building ini difasilitasi oleh Henry Dunant Centre (HDC). Bersama perunding lainnya seperti Almarhum Sofyan Tiba, Meuntroe Muhammad ikut dalam berbagai sidang CoHA-JSC ketika itu.

Setelah perundingan Cesstation of Hostilities Agreement (CoHA) yang gagal ketika hendak sidang Joint Council di Tokyo pada 17-18 Mei 2003, almarhum bersama tim perunding GAM lainnya kembali diseret ke hotel prodeo Keudah, Banda Aceh.

Ketika Darurat Militer berlaku di Aceh, dia serta para juru runding lainnya, seperti Teuku Kamaruzzaman–mantan Sekretaris BRR– Tgk Amni bin Ahmad Marzuki, Tgk Nasruddin bin Ahmed--kemudian dipindahkan ke Lembaga Permasyarakatan Suka Miskin Bandung.

Setelah penandatanganan MoU Helsinki di Finlandia yang difasilitasi Crisis Management Initiative (CMI) yang diketuai mantan Presiden Martti Ahtisaari, Teungku Muhammad mendapat mandat sebagai Ketua Majelis Pusat GAM. Dia juga tim sembilan dalam KPA dan Partai Aceh, partai yang didirikan mantan kombatan.

Menurut mantan jurubicara Majelis Pusat GAM, Adi Laweung, meninggalnya Meuntroe Peng merupakan duka menanti kepulangan Wali Neugara Tgk Muhammad Hasan Di Tiro. "Untuk menyambut Wali, beliau sudah menyiapkan jas khusus. Tapi Allah berkehendak lain, sehingga beliau tidak bisa menemani Wali saweu gampong," urai Adi.

Seperti diakui Zakaria Saman, menurut Adi, hidup Teuku Muhammad Lampoh Awe banyak dihabiskan dalam penjara sejak dia gabung bersama Hasan Tiro memproklamirkan Aceh Merdeka pada 4 Desember 1976. Dalam perjalanan GAM, almarhum dipercayakan sebagai Meuntroe Peng dan Ketua Damai Melalui Dialog dalam perundingan HDC.

Disebutkannya, sejak lima bulan terakhir, anak mantan pejuang Aceh Teuku Usman Lampoh Awe ini sudah terdeteksi menderita Leukemia atau kanker darah. "Selama sakit almarhum sudah berobat dua kali ke Penang, Malaysia," ujar dia.

Pria yang lahir 73 tahun silam itu menghembuskan nafas terakhir sekira pukul 22.00 WIB di Rumah Sakit Umum Sigli, Kabupaten Pidie, setelah menderita Leukemia (kanker darah) dan dimakamkan di Gampong Lampoh Awe Kec. Simpang Tiga. Dia meninggalkan seorang istri, Pocut Sariwati binti Teuku Pakeh Mahmud, dan lima orang anak serta belasan cucu. Salah satu putranya, Teuku Mahfud menetap Amerika Serikat. [a]

Foto: internet