Bulan Bintang Di Langit Aceh
GoresanAlam Peudeng | Foto Istimewa |
Di sampingnya sebuah gambar lain berupa seekor singa dan burak menggamit rencong. Gambar ini juga berisi gambar lain berupa gliwang, perisai, rangkaian bunga, daun padi, jangkar, huruf ta tulisan Arab, kemudi, dan bulan bintang. Kedua gambar ini cukup akrab di mata Sabri.
Sambil mencampakkan koran dia bilang, "nyoe cukup pas, tapi ek han diproteh le awak laen, ini cukup sesuai, namun apa tidak akan muncul protes dari pihak lain," gumamnya saat menyeruput secangkir kopi plus selai Samahani di sebuah warung kopi di perbatasan Kota Banda Aceh dan Aceh Besar belum lama ini.
Gumamnya Sabri terkait dengan Rancangan Qanun Bendera dan Lambang Aceh yang dipublis untuk masyarakat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). "Kalau saya setuju saja apalagi masih tidak melanggar hukum Indonesia. Asalkan Aceh tetap aman dan damai habis perkara," tukas dia lagi.
Beda dengan Sabri. Mukim Ulee Kareng, Teuku Dahlan malah meminta agar lambang Aceh harus dibuat dengan memperlihatkan ciri khas dan cita-cita Aceh. "Agar saat orang Aceh melihat lambang itu akan teringat kembali terhadap cita-cita Aceh," ujar dia.
Dahlan mengatakan itu dalam Rapat Dengar Pendapat Umum atau RDPU Rancangan Qanun Bendera dan Lambang Aceh di Gedung AAC Dayan Dawood, Darusalam Banda Aceh, pada Senin (19/11) lalu.
Hajatan itu digelar Komisi A DPR Aceh yang membidangi pemerintahan dan hukum. RDPU digelar dengan mengundang masyarakat umum guna memberi masukan tentang isi qanun dimaksud. Yang diundang semua pimpinan partai nasional dan lokal.
Lalu, lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang pemerintahan, hukum dan politik, tokoh masyarakat Aceh, sejarawan, budayawan, serta Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa perguruan tinggi se-Aceh.
Tak cukup sehari, kegiatan serupa juga digelar esoknya, Selasa (20/11) di gedung serbaguna DPRA. Karena diminta masukan, masa masyarakat pun tak segan-segan membedah raqan tersebut.
"Bendera Aceh itu perlu ditambahkan warna kuning agar sesuai dengan lambang Pancacita Aceh dan sesuai dengan cita-cita Aceh," tambah Dahlan lagi di anggota Komisi A Adnan Beuransyah, Nurzahri, Tengku Harun, Abdullah Saleh, Nur Hakim dan lainnya.
Menyangkut itu, Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Banda Aceh, Firdaus malah meminta agar dimasukkan warna hijau sebagai warna latar belakang bendera. "Warna merah ditukar dengan warna hijau, karena itu warna bendera masa kerajaan dulu," urai dia.
Peserta RDPU lainnya, Mukhtar Syafari, mengatakan mengenai bendera dan lambang Aceh perlu dipahami dulu substansi dari MoU Helsinki sebelum menyatakan setuju atau tidak. "Jika kita pahami pasti tahu hubungan Qanun Wali Nanggroe, bendera dan lambang dengan kesejahteraan Aceh pasti kita dukung. Bendera Aceh adalah pemersatu Aceh," sebut dia.
Peserta RDPU tidak melulu memberi sokongan. Seperti dikatakan Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Riko Ari Pratama. "Rancangan qanun lambang dan bendera Aceh itu terlalu berlebihan untuk disahkan," katanya.
Dia menangkap kesan, dari banyak qanun yang sudah disahkan lembaga wakil rakyat, kenapa Qanun Lambang dan Bendera Aceh seperti untuk kepentingan satu kelompok saja. "Semua elemen masyarakat berhak memberikan pendapat mengenai qanun ini," kata Riko.
Mahasiswa Unsyiah ini berharap rancangan qanun mengenai bendera dan lambang Aceh direncanakan dengan matang. "Kalau rancangan itu memang sudah diatur dalam UU Pemerintahan Aceh, mudah-mudahan bisa menjadi yang terbaik buat Aceh ke depannya," tukas dia.
Pendapat lain diungkapkan Ketua Komite Mahasiswa dan Pemuda Aceh atau KMPA, Hendra Fauzi. Katanya, lambang dan bendera Aceh sebagaimana tercantum dalam rancangan qanun tidak perlu diperdebatkan lagi.
Rancangan qanun yang diusulkan eksekutif, bendera Aceh yang akan dipakai sebagai bendera daerah adalah bendera Bulan Bintang strip hitam putih dengan latar belakang berwarna merah. Memang gambar ini terlihat sama seperti atribun Gerakan Aceh Merdeka atau GAM.
Namun, dari berbagai literatur menyebutkan Aceh punya banyak bendera pada masa kerajaan dulu. Dan ini bisa kita temukan dalam hadih maja Aceh yang berbunyi: "Di Aceh na Alam Peudeung//Cap sikureung bak jaroe raja//dari Aceh sampoe u Pahang// Hana soe teuntang Iskandar Muda// Iskandar Tsani duk keu geulanto// Lako Putro Tajul Mulia."
Bendera yang dimaksud adalah bendera Alam Peudeung atau pada masa kejayaannya kerap disebut Alam Zulfikar. Bendera ini bermotif pedang tunggal yang melintang di tambah bulan bintang yang dibuat oleh Ali Mughayat Syah, Sultan Aceh pertama yang memimpin Aceh dari tahun 916-936 H atau sekitar tahun 1511-1530 M.
Disebutkan juga, Alam Peudeung memiliki dua warna, merah dan hijau. Alam Peudeung hijau dipakai saat kondisi kerajaan aman. Sebaliknya, bendera yang berwarna merah akan dikibarkan ke udara jika kondisi daerah dalam kacau balau atau darurat berperang.
"Bila meninjau dari sejarah kejayaan Aceh yang lebih layak dijadikan Bendera Aceh adalah bendera Alam Peudeung," kata Caesar Maswardi, seorang mahasiswa Unsyiah dalam diskusi di dunia maya.
Kata dia, Alam Peudeung adalah bendera yang telah dipakai sejak awal Kerajaan Aceh diperintah oleh sultan pertama Ali Mughayat Syah sampai dengan Sultan Muhammad Daud Syah terakhir. Kita tunggu saja, siapa yang berkibar di langit Aceh.