Tak Ada Petinggi GAM, Seniman pun Jadi? [2]

Tak Ada Petinggi GAM, Seniman pun Jadi? [2]

Para seniman sendiri kebanyakan tak pernah bermimpi sampai dipanggil PDMD. Apalagi, lagu-lagu yang mereka produksi tak bermaksud meniup propaganda.

“Saya sendiri sebagai penyanyi lagu Simpang KKA, tidak bermaksud seperti itu,” ujar A. Bakar AR dalam pertemuan kedua dengan tim PDMD di Aula Dinas Infokom, Kamis (13/11).

Simpang KKA adalah tragedi pembantaian puluhan warga sipil yang terlibat dalam sebuah aksi demonstrasi.

Di antara sekian banyak lagu, barangkali lagu Yusbi Yusuf dalam album Musibah volume ke-5 yang dianggap “bermasalah”. Karena lagunya yang menyentak itu, ia mengaku terpaksa berurusan dengan banyak pihak, termasuk wartawan.

Tapi yang ia “takutkan” tentu saja adalah PDMD. Karena istri dan anaknya bertanya; “Bapak dipanggil ya…,” ujar Yusbi menirukan pertanyaan istrinya ketika memenuhi panggilan PDMD untuk kedua kalinya

Di Aceh, jika seseorang dipanggil atau melapor ke instansi militer, maka orang itu dipastikan tak akan dapat hidup tenang.

Tapi Komandan Tim (dantim) bentukan PDMD untuk operasi kaset dan VCD lagu Aceh, Letkol Jerry Patras mengatakan, maksud mereka memanggil penyanyi, pencipta lagu dan prosuder untuk memberi masukan dan konsultasi.  Belum sampai tahap melarang.

Yusbi Yusuf memang pantas khawatir. Pasalnya, lagunya yang bertitel Nanggroe Merdeka, masih dalam album Musibah vol.5 itu, tak akan dapat dipahami semua orang tanpa prasangka. Apalagi bagi yang alergi dengan kata-kata “Nanggroe” dan “Merdeka”.

“Saya mengarang lagu itu tidak ada maksud seperti yang ditafsirkan berbagai kalangan,” papar Yusbi Yusuf. Tapi siapa nyana, jika lagu dalam album Musibah itu benar-benar jadi musibah baginya.

Bagaimana liriknya?

Nanggroe Merdeka

Keubit Aceh nyoe nanggroe merdeka//
Cukop bebaih hana bataih hukom tanlena//
Soe nyang beuhe soe nyang teuga, nyan nyang mat kuasa//
Rakyat jeulata nyang tanggong bencana//

(Betul Aceh ini Nanggreo Merdeka
cukup bebas, tanpa batas hukum pun telah tiada
siapa yang berani, siapa yang kuat dia yang pegang kekuasaan
rakyat jelata yang menanggung bencana)

Nak teumeutet nak seumupoh hana le so tham//
Tan keunong hukoman ureung durjana//
Rumoh ditot harta jicok ureung jitikam//
Pelanggaran HAM hana le jinietna//

(Mau membakar, hendak membunuh tak ada yang larang
tidak pernah kena hukuman orang durjana
rumah dibakar, harat dirampas, orang ditikam
pelanggaran HAM tak lagi dihiraukan)

Nanggroe Acehnyoe teumpat latihan//
Proyek percontohan angkatan bersenjata//
Le nyan ka carong bak mat meuriam//
Meurunoe muprang ngoen kokang senjata//

(Negeri Aceh ini tempat latihan
proyek percontohan angkatan bersenjata
sudah banyak yang pintar pegang meriam
belajar berperang dengan kokang senjata)

=Reff=
Tragedi Idi taci cuba bayangkan//
Golom keujadian di ateuh rueng donya//
Udep-udep digari lheuhnyan dipeulham//
Keubit that keujam dum di elanya//

(Tragedi Idi coba kita bayangkan
begitulah kejadian di atas dunia
hidup-hidup diborgol setelah itu ditenggelamkan
betul-betul kejam semua dianiaya)

Tragedi kanjai teuka di Alue Nireh
Sang sang su beude bah le jimeu’en serang//
Gara-gara bhan moto beureutoh sideh//
Aneuk miet gleh-gleh kale meulayang//

(Tragedi …tiba di Alue Nireh
bagai suara senjata bermain serang menyerang
hanya karena ban mobil meletus di sana
nyawa anak-anak yang masih suci yang melayang)

Tragedi duka Simpang KKA//
Meutamah luka anco di dalam dada//
Abeh punoh rumoh saket ka deungon korban//
Hansep ambulan ngon tong keurenda//

(Tragedi duka di Simpang KKA
bertambah luka hancur di dalam dada
habis penuh rumah sakit dengan banyak korban
tak cukup ambulan dengan peti mati)

Tragedi Beutong lam catatan seujarah//
Teumpat ro darah sidroe ulama//
Santri ji peudong di dalam komplek dayah//
Sare ji timbak keunong seunjata//

(Tragedi Beutong Ateuh dalam catatan sejarah
tempat di mana tercecer darah seorang ulama
santri dijejeri di dalam kompleks pesantren
serentak di tembak kena senjata)

Hukom di Aceh leubeh bak rimba//
Yang mat kuasa lagee srigala//
Jipeulaku ban ban meuheut, kiban nyang hawa//
Hana soe kheun, hana soe jeut ureung jak bila//

(Hukum di Aceh, melebihi hukum rimba
yang memegang kekuasaan bagai srigala
diperlakukan sesuka hati, bagaimana dikehendaki
tak ada yang berani tegur tak ada orang yang berani bela)

***

Penyanyi-penyanyi Aceh sebenarnya berusaha menangkap realitas yang ada di sekelilingnya.  Masih dalam album yang sama, Yusbi juga memaparkan penderitaan yang dibacanya dari koran dan televisi, atau bahkan disaksikannya sendiri.

Misal, tentang rumah yang dibakar, gedung pemerintahan yang hangus, atau banyaknya warga yang kehilangan harta benda.  Inilah salah satu lagu yang dipilih menjadi judul albumnya itu.

Musibah

Weuh lam hate hanjeutle lon simpan//
Oh lon pandang sampe ro ie mata//
Tutong rumoh keude ngon barang//

(Sedih dalam hati tak bisa lagi ku simpan
ketika ku pandang hingga berderai airmata
rumah terbakar toko dengan barang-barang)

Angoh teupanggang dalam apui raya//
Padum na ureung gadoh teumpat tinggai//
Angoh ngon pangkai jinoe dalam sengsara//

(Hangus terpanggang dalam api membara
berapa banyak orang kehilangan tempat tinggal
hangus dengan modal sekarang dalam sengsara)

Rumoh sikula teumpat jak meurunoe//
Kiban han tamoe jinoe kabeh tutong//
Meunan cit geudong, kanto ngon rumoh//
Rata ngon tanoh angoh jeut keuteupong//

(Gedung sekolah tempat belajar
bagaimana tidak menangis sekarang semua terbakar
begitu juga gedung, kantor dan rumah
rata dengan tanah hangsu bagai tepung)

Asap itam meugulong//
Kuta ngon gampong ka sama rata//
Tangieng keuh sipanyang jalan//
Rumoh tari-tari ka jeut arang//
Pajan keuh rabbi beuncana nyoe akhe//

(Asap hitam bergelombang
Kota dengan kampung sudah sama rata
Kita lihatlah sepanjang jalan
Rumah yang indahsudah jadi bara
Kapankah Allah bencana ini berakhir)

***

Lagu berjudul Musibah ini sedikit berbeda dengan lagu Musibah-nya Bahagia Group dalam album Wen Lom yang dikeluarkan FAC Production. Tapi intinya, ya itu tadi, karakter penyanyi Aceh yang terbiasa menulis konflik dalam syair lagunya.

Berikut nukilan sebaitnya:

Kamoe di Aceh lam sengsara sabe//
Leu that kamate hana ek le takira//
Pakon keu kamoe musibah hana pre-pre//
Di blang ngoen di gle manyet di geulawa//

(Kami di Aceh dalam keadaan selalu sengasa
sudah banyak yang meninggal. Tak sanggup kita hitung
kenapa untuk kami musibah tak pernah henti-henti
di sawah dengan di gunung mayat di buang begitu saja)

=Reff=
Coba neu pike hai bapak dewan//
RI–GAM pakon keuh jeut ek sengketa//
Neu buka keuh hate kheun pernyataan//
Bandum-bandum awak nyan yue tarek sigra//

(Coba Anda pikirkan wahai bapak dewan
RI-GAM kenapa kah bisa bersengketa
Bukalah hati tuk buat pernyataan
Semua mereka suruh tarik segera)

***

Menurut Produser FAC Production, dalam bait ini konon ada yang merasa terganggu dengan kalimat “RI–GAM pakon keuh jeut ek sengketa”. Lalu ditafsirkan juga, seakan-akan pencipta lagu itu menganjurkan anggota dewan untuk membuat pernyataan agar kedua pihak RI dan GAM segara ditarik dan menarik diri dari Aceh.

Tentu saja, RI yang punya kedaulatan, tak mungkin mundur dari Tanah Rencong. Begitu tafsirannya. 

Nah... sejauh itukah? [bersambung]