Goresan Dari Negeri Tak Bertuan

Goresan Dari Negeri Tak Bertuan

Munawardi Ismail

SITI Zainon Ismail dikenal sebagai penyair wanita ternama dari Malaysia. Hampir semua seniman di Tanoh Aceh akrab dengannya. D Kemalawati salah satu di antaranya. "Kita bisa mengutip sejarah dari batin penyair ini," tulis Zainon Ismail tentang penyair Aceh ini.

Menurut Zainon, puisi-puisi D Kemalawati meredah batin para inong, membawa amanat kasih sayang, sedih atas petaka alam, antara citra api, gemuruh bedil senjata, hingga air mata ibu, adalah cinta bumi ibunda.

Begitulah goresan penyair serta Dosen Universitas Kebanggsaan Malaysia itu pada cover belakang antologi puisi D Kemalawati yang berjudul,"Surat Dari Negeri Tak Bertuan".

Memang, tak berlebihan goresan Zainon. "Puisi-puisi D.Kemalawati seperti merepresentasikan gebalau kegelisahan rakyat Aceh; menyusuri masa lalu dengan luka akibat konflik berdarah dan bencana alam dan memandang masa depan dengan optimisme yang menyisakan kepedihan," timpal Maman S Mahayana, seniman dari Jakarta.

Surat Dari Negeri Tak Bertuan adalah satu dari 70 judul puisi D Kemalawati yang dirangkum dalam sebuah antologi puisi dengan titel sama. Antologi tersebut, Minggu (2/4) diluncurkan di Taman Budaya Banda Aceh.

Kehadiran karya penyair Aceh yang akrab dengan nama Deknong ini tak terlepas dari gebrakan Lapena (Institute for Culture and Society) Banda Aceh. Lapena, tak lain sebuah lembaga "kecil" yang tidak main-main dalam goresan seniman Aceh.

Direktur Lapena, Helmi Hass kepada Waspada mengatakan, ada alasan kuat mereka menerbitkan buku penyair Aceh. "Selain mendokumentasikan karya penyair yang sudah puluhan tahun di laci, juga ingin mempublikasikan kepada masyarakat dunia, supaya mereka tahu apa yang direkam para sastrawan pada zamannya," sebut Helmi.

Alasan lain, tambah dia, agar generasi penerus di Aceh nanti tahu dan kenal penyair yang sudah melahirkan karya tak kalah dengan penyair dari belahan dunia lain.

Masih dalam wahana itu pula, pada medio Mei nanti, Lapena juga akan meluncurkan buku puisi Mohd. Harun Al Rasyid berjudul ”Nyanyian Manusia”. Harun, kini sedang menunggu ujian disertasi doktoralnya di Universitas Negeri Malang.

Makanya menjadi tak heran bila Lapena yang berkarya minim dana ini sudah meluncurkan tiga buku pascatsunami. Sebelumnya ada antologi puisi Aceh, Indonesia dan Malaysia, ”Ziarah Ombak” (2005). Pada sore menunggu setahun tsunami, 25 Desember 2005, diluncurkan buku cerpen tiga bahasa Sulaiman Tripa, ”Menunggu Pagi Datang”.

Yang tak kalah menariknya, buku antologi puisi “Surat dari Negeri Tak Bertuan” yang ditulis seorang penyair perempuan produktif, diterbitkan dalam dua bahasa, Inggeris dan Indonesia.
Penulis buku, Kemalawati, kepada pers mengungkapkan, puisi yang terkumpul dalam antologi ini berjumlah 70 puisi. ”Puisi-puisi ini berasal dari karya tahun 1985 sampai sekarang (2006),” kata Deknong Kemalawati, yang tak lain isteri Helmi Hass, mantan Ketua Dewan Kesenian Aceh (DKA).

Deknong alias Kemalawati yang lahir di di pantai Barat, Meulaboh, 2 April 1965 cukup akrab di telinga seniman Aceh. Ia juga sering diundang untuk membaca puisi di berbagai tempat, di Indonesia dan Malaysia.Dia juga menulis puisi, esai, opini, juga beberapa cerpen.

Konon, cerpennya, Lelaki Berbahasa Ibu, menjadi nominasi Lomba Penulisan Cerpen Guru se-Indonesia (2004). Selain sebagai seniman, penyair wanita ini dikenal sebagai guru Matematika di SMK 2 Banda Aceh. Guru Matematika jadi penyair? Ini bukan aneh tapi nyata!